Jogjakarta
Pantomim Festival (JPF) telah selesai dilaksanakan. Acara yang diselenggarakan
pada Minggu, 4 November 2012 tepat pukul 10.00 WIB ini merupakan debut pertama kali Teater Shima
dalam mengapresiasi kesenian pantomim di Jogjakarta. Bukan tanpa sebab kenapa
kami melakukan pekerjaan sosial ini. JPF Berangkat dari rasa keprihatinan
terhadap kesenian pantomim di Jogjakarta yang menurut pengamatan dan
pencermatan bahwa bentuk kesenian ini, seiring berjalannya zaman semakin
sedikit seniman maupun masyarakat yang
aktif menghidupi. Dengan adanya JPF, kami dapat mengukur tingkat partisipasi
dan apresiasi seniman maupun masyarakat terhadap kesenian pantomim. Juga
mengukur sampai sejauh mana peran seniman (khususnya pantomim) dalam
menyebarkan dan memasyarakatkan pantomim.
Konsep
awal yang sedianya menyasar kepada anak-anak tingkat menengah atas ternyata
batal. Kenapa kami batalkan? Banyak alasan-alasan yang menghambat proses ini. Baik
dari dalam maupun luar kepanitian. Kami tidak mengelak bahwa salah satu alasan
pembatalan konsep pertama ini adalah kurang solidnya kepanitian kami. Masih banyak
kekurangan disana-sini. Terlebih masalah komunikasi dan keluangan waktu. Dua segi
ini yang mendapatkan perhatian besar saat evaluasi. Tetapi usaha dan perhatian
rekan-rekan panitia terhadap kesenian pantomim ini patut diacungi jempol,
bahkan perlu diberi penghargaan. Ini penting, kenapa? Karena sudah sangat
jarang anak-anak muda yang aktif dan masuk berkecimpung mengurusi hal-hal yang
berbau kesenian, khususnya yang bersifat sosial, dan juga tentunya yang mau
bersusah payah membangun kembali kejayaan dunia pantomim Jogjakarta yang kini
mulai melemah bahkan hampir mati. Sekali lagi, saya mengucapkan berjuta-juta
terimakasih kepada semua rekan-rekan panitia JPF dengan segala keluangan waktu
dan mengorbankan segala tetes keringat kerja keras dalam acara ini! Terimakasih!
Ada
beberapa catatan yang berhasil dihimpun oleh tim kami sebelum menyusun kembali
JPF konsep kedua. Ternyata di lapangan –dalam hal ini SMA-SMA yang tersebar di
wilayah Kota Jogjakarta dan sekitarnya bahwa pantomim belum mempunyai kedudukan
yang ajeg. Walaupun di seluruh SMA-SMA yang kami sasar sudah memiliki
kelompok-kelompok teater. Tetapi hampir sama sekali kesenian pantomim tidak
mendapatkan perhatian. Pantomim dianggap seni pertunjukan yang tidak populer. Tidak
sedikit pula yang menganggap pantomim adalah kesenian yang tidak profit. Konsentrasi
kelompok-kelompok teater berkutat hanya pada pertunjukan bersuara/berdialog. Dengan
kenyataan seperti ini wajar apabila JPF konsep pertama kurang mendapat
perhatian bahkan minim peminat. Lantas bagaimana peran pegiat pantomim
Jogjakarta selama ini? Hal ini merupakan perenungan kita bersama. Setelah pembatalan
konsep pertama, kami berdiskusi lebih lanjut. Mencari cara ideal membenahi
acara ini. Banyak gagasan-gagasan terucap dan terlontar. Tetapi hanya strategi membuat
“Pengenalan dan Pelatihan Pantomim” disusul acara “Jogjakarta Pantomim Festival”
adalah yang paling ideal. Dua acara tersebut merupakan satu rangkaian pesta
pantomim Jogjakarta. Jadi sebelum Jogjakarta Pantomim Festival diadakan dulu
pengenalan dan pelatihan pantomim oleh seniman ataupun orang ahli bidang
kesenian ini. Sasarannya adalah generasi-generasi muda baik tingkat SMP, SMA,
maupun Umum. Walau wacana ini tidak dapat terealisasikan, kami berharap
rancangan kegiatan pantomim diatas dapat terwujud tahun depan.
Faktor
waktu dan anggaran memutuskan kami harus
bergerak lebih cepat. Akhirnya konsep kedua lahir. JPF konsep kedua menargetkan
peserta kalangan umum dan hadiah yang kami tawarkan sedikit berbeda dengan
konsep pertama. Juara pertama berupa trophi Sri Sultan Hamengkubuwono X dan
uang tunai sebesar satu juta rupiah, juara kedua uang tunai tujuh ratus lima
puluh ribu rupiah, dan juara ketiga sebesar lima ratus ribu rupiah. Hadiah tersebut
terbilang cukup besar dalam penyelenggaraan lomba setingkat ini. Konsep kedua
ini cenderung lebih bebas. Semua kalangan tak terbatas umur boleh mendaftarkan
diri. Dengan konsep kedua terjaringlah peserta lintas generasi. Dari yang muda
hingga tua. Dari yang awam juga ahli. Respon masyarakat Jogjakarta pun cukup
baik dibanding konsep awal. Tercatat 15 peserta baik yang tampil sendiri maupun
berkelompok berpantomim di pagi itu.
Akhirnya
sampai juga di paragraf terakhir. Saya selaku ketua panitia Jogjakarta Pantomim
Festival 2012 berharap kepada seluruh masyarakat Jogjakarta yang mengikuti
proses JPF maupun yang melihat langsung pelaksanaan acara untuk memberikan
kritikan tajam nan bersolusi untuk ikut bersama-sama menumbuhkembangkan dan
melahirkan bibit-bibit baru seniman pantomim di Jogjakarta. Kedepan saya sangat
bersemangat sekali jika seseorang-seseorang pembaca diluar sana memberikan
keluangan waktunya dan ikut bersama-bersama bekerja sama secara sosial
merealisasikan wacana ideal yang telah saya paparkan diatas menjadi sebuah
kenyataan. Dengan terlaksanannya JPF ini saya pribadi menginginkan kegiatan ini
dapat berlangsung terus-menerus secara berkala (satu/dua tahun sekali) dalam
naungan Teater Shima. Di tahun-tahun yang akan datang semoga JPF juga berkembang
menjadi sebuah tempat bernaung baru dan wadah unjuk gigi orang-orang
berpantomim juga sebagai media apresiasi kesenian pantomim Jogjakarta dan
Indonesia yang saling hidup-menghidupi. Selesai juga saya (selaku ketua)
mendeskripsikan sebuah proses berkesenian, tentunya di dalamnya terdapat keluh-kesah,
suka-duka, salah-menyalahkan, dan tidak luput dari rasa dendam yang sulit untuk
dihentikan, yang tidak saya tulis secara detail disini. Tetapi semua diatas adalah
wajar, proses berkesenian identik pula dengan proses pencarian jati diri dan
menemukan kehidupan bijak dan madani. Akhir kalimat, saya mengucapkan terima
kasih kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X; tim penjurian yang terdiri Jemek
Supardi, Untung Basuki, dan Sekar Rini; rekan panitia JPF yang sangat saya
kagumi; para anggota Teater Shima dan Teater eMWe yang telah memberikan
sumbangsih gagasan dan semangat; Keluarga besar SMAN 6 Yogyakarta diseluruh
nusantara dan dunia yang telah memberikan power
imajiner yang luar biasa besarnya; Kepada peserta JPF (maaf jika kami banyak
kekurangan); kepada masyarakat Jogjakarta atas responnya; dan kepada perseorangan-perseorangan
yang tidak kami sebutkan satu persatu yang turut memeriahkan, meramaikan, dan
mendoakan acara ini sehingga lancar. Terimakasih banyak dan sampai jumpa di
Jogjakarta Pantomim Festival yang akan datang! Salam Budaya!