Selasa, 30 Agustus 2011

Perjalanan Singkat : Lebaran 1432 H


 Lebaran tahun ini saya putuskan untuk merayakannya pada hari Selasa lalu. Tidak ada masalah buat saya dalam menyikapi hari raya yang berbeda perayaanya, toh kita kan sama-sama dalam menggapai satu tujuan:yaitu alasan mengapa kita merayakannya. Kewajiban kita hanyalah saling menghargai dan menghormati sajalah segala perbedaan ini. Tidak dewasa apabila kita berantem atau ribut cuma gara-gara memperebutkan dominasi egoisme pikiran kita saja.
Hari kemenangan ini pertama-tama kutempuh dengan takbiran di masjid rumah tinggal saya yang dulu, Jami` At Taqwa. Seperti tahun-tahun sebelumnya format acara ini dilombakan agar para peserta lomba bersemangat dan termotivasi untuk mendengungkan suara takbir. Di akhir acara juga tersedia berbagai kriteria kejuaraan yang dilombakan. Salah satunya adalah kontingen dengan barisan paling rapi, yang berhasil direbut oleh barisan takbir masjid kami. 


Pagi harinya pukul 06.15 tepat sholat ied dilaksanakan di lapangan depan masjid itu. Banyak orang berpenuh sesak memenuhi lapangan untuk menyelenggarakan sholat ied ini. 


Rumah yang pertama kukunjungi untuk sungkem adalah rumah pakdhe saya yang lokasinya tidak jauh dari tempat pelaksanaan sholat ied. Disitu sudah berkumpul dari sebagian keluarga besar saya, ada Pakdhe, Om, beserta anak-anaknya. Rame! Setelah menyantap makan pagi dengan semur daging dan opor kami langsung bergegas untuk syawalan dan ziarah makam leluhur di Delanggu, Jawa Tengah.

Ingin punya rumah yang seperti ini nih :)

------------------------------------- Ada Iklan Penting ! ----------------------------------
                                          JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN
Selalu yang membuatku merinding, sampah dibuang sembarang :(
             Tidak lupa saya mengunjungi rumah eyang saya dulu yang sekarang ditinggali Bulek saya. Saya selalu suka suasana di rumah ini dengan keadaan dan segala arsitektur rumahnya. Rumah ini selalu memunculkan kenangan-kenangan manis masa kecil saya dulu disini. Harmonis jauh dari statis!

Salah satu alasan kenapa rumah ini selalu ku kangeni :)

          Setelah selesai mengunjungi keluarga besar yang ada di sana. Saya beserta rombongan lainnya bergegas menuju Jogja untuk menghadiri trah Abdullah Bayah Soni, pihak kakek dari bapak saya, yang dilaksanakan di rumah anak dari Budhe saya, tepatnya di sebelah utara hotel Sheraton.
Di tempat tujuan terakhir ini, setelah menghabiskan 3 mangkok bakso sapi, akhirnya saya mengakhiri perjalanan saya hari itu. Di hari depan masih ada hari raya lagi, semoga dapat terus menjalin silaturahmi terhadap siapapun dan dimanapun.
Selamat berlebaran, Bung!

Rabu, 24 Agustus 2011

Video : Menjadi Kanak-Kanak

                             
  Pemain   : Kenichi Prabowo sebagai Pemuda Kaya
                 Lukito Adi sebagai Gentho nDeso
                 Muhammad Risky Nanda P. sebagai Anak SD
 
  Sutradara & skenario : M. Erlangga Fauzan

            Video ini saya buat untuk keperluan mata kuliah pengarah acara 1 dan videografi 1. Bercerita mengenai dua pemuda berbeda latar yang saling adu ejek dan berujung perkelahian gara-gara kesalahpahaman sepele. Disini dua orang pemuda yang sedang saling ejek dan berkelahi digambarkan sebagai pelajar SD untuk menyimbolkan bahwa sifat kekanak-kanakan muncul saat temperatur emosi sedang tinggi.
             Hal yang paling rumit saat video ini dibuat yaitu saat pengambilan gambar, saya menyadari ada gambar dan suara yang tidak singkron dan tinggi rendah suara pada satu scene ini yang saya tidak perhatikan. Dalam tahap pengeditan saya juga mengalami kesulitan saat berpikir bagaimana cara memunculkan efek/transisi/apalah namanya ketika adegan dua orang pemuda berkostum sesuai latar belakangnya berubah menjadi dua orang pelajar SD itu.
            Akhirnya dalam rangka pemublikasikan video ini adalah saya berharap rekan-rekan dapat memberikan kritikan, saran, dan masukan terhadap video yang saya buat ini untuk tahap pembelajaran dan mohon bimbingannya mengingat saya masih belajar dan masih baru di dunia gambar gerak ini.
            Terimakasih banyak kepdada kawan-kawan yang telah membantu dalam proses pembuatan video ini, tanpa kalian "ra bakal dadi wes tugasku iki".
            

Senin, 22 Agustus 2011

Nanggulan - Berbah - Potorono

            Di dalam perjalanan saya mengamati dan sedikit mendokumentasikan yang menurut saya menarik perhatian. Mungkin alangkah lebih baiknya saya tidak menulis terlalu banyak, biarlah gambar di bawah ini yang berbicara. Foto ini saya urutkan dari pertama saya melakukan perjalanan hingga sampai ke target lokasi. Silakan menikmati :)



Jadi teringat Jimi Multhazam :D




Bandara dari sisi timur
Membayangkan pintu belakang rumahku kelak
yang menuju kebun-kebun bunga yang indah
Pasti rumah ini hangat sekali
Arsitektur bangunan ini juga menyenangkan :)

Salah satu rumah jawa yang saya temui





Bangunan yang masih menjadi misteri bagi saya
Demokrasi Ala Desa
Masjid Sulthoni Wotgaleh
Tempat ini kayaknya asyik untuk membaca buku





Mobil-mobil tua milik seorang kawan





 

Sabtu, 20 Agustus 2011

Ayo Bung! Ayo!

Bapak proklamator nan bijak telah pergi, jauh... jauh sekali tak pernah dapat kembali.
Perlawanannya yang tinggi telah berakhir, musnah tinggal cerita.
Jadikanlah Ia sosok mental bajamu, jangan kau agungkan apalagi kau sembah-sembah, sebab Ia bukan Dewa.
Ia sama seperti kita, penuh bau dan kotoran.

Riwayat Bapak revolusi kini sudah usai, Ia meninggalkan sebuah tanah, Ibu Pertiwi.
Sekarang Ibu sendirian, tiada pertiwi tiada harga.
Ia lemah terbaring sakit. Sekarat. Tapi tidak akan mati-mati. Dan apabila sudah waktunya, Ia akan menjadi raksasa yang besar. Yang mengalahkan semua musuh-musuhnya.
Generasi ini adalah waktunya.
Pemuda-pemudi bangsa adalah penawarnya. Saatnya kita bangkit Bung!

Ayo Bung, bertindak!
Ini ketidakadilan kok tetap dipelihara!
Ayo Bung, bekerja dan melawan!
Ini kemerosotan moral kok terus menerus!
Ayo Bung, kejar dan bunuh birokrat busuk!
Rebut uangnya kasih sebar ke penduduk seantero negeri!

Bung ayo Bung rebut kemerdekaan sekali lagi!

Tidak Seperti Kelihatanya

"Persoalan hidup tidak segampang apa yang kita pikirkan, hidup tidak hanya memikirkan dan mengurusi diri kita saja. Ini kompleks, mengenai perasaan pasangan, tempat tinggal, pekerjaan, bahkan hingga mulai berpikir tentang kabar-kabar yang belum tentu kebenarannya."

(disebuah tempat teduh & indah seperti kebanyakan orang menyebutnya, Rumah)



Perempuan Itu

Perempuan adalah ladang kegalauan, ranjau keresahan, dan bom dari segala waktu-waktu kesepian.
Aku terbunuh dan terpecah dalam dinginnya raut mukamu.
Kapan kubisa meraih dirimu walau hanya di alam maya?

Tulisan ini pertama kutulis di handphone milik seorang teman saya, Kenyut.
Karena kita sama-sama galau.

Selasa, 16 Agustus 2011

Introspeksi 66

Agaknya orang Indonesia tidak menyadari apa yang mereka katakan dan diperbuat sekarang ini. Kerapkali saya menjumpai rasa-rasa pesimis tentang keadaan Indonesia. Ada yang tidak senang terhadap presiden. Mencaci maki polisi. Menuduh politisi-politisi berbuat korupsi. Saling ejek terhadap ras budaya sesama anak negeri dan acapkali diakhiri tawuran. Ada juga yang saling menyalahkan zaman. Zaman orde lama dituduh biang keladi. Zaman orde baru dijadikan kambing hitam. Memangnya kalian udah lahir jaman segitu, kok bisa seenaknya bicara seperti itu. Membanding-bandingkan zaman tapi belum tentu bisa mengenal lebih dalam didalam zaman reformasi ini. Terus terang saya tidak pernah merasakan orde lama. Orde baru pun saya masih duduk dibangku SD waktu itu, jadi tidak tahu benar keadaan di jaman itu. Maka dari itu saya lebih tertarik untuk mendengarkan pengalaman-pengalaman seru dari seorang pelaku sejarah di zaman itu untuk diambil hikmahnya, ketimbang harus dipaksakan untuk ikut masuk ke dalam lingkungan “intelektual” beradu tinggi. Saya besar di era reformasi, era digital dan semua harus didasarkan pada kebenaran kelompok dan kekuasaan tertinggi. Era dimana rasa sayang dapat diungkapkan dengan bahasa tulis. Dan era pendidikan yang serba verbalistis, yang paling banyak menghafal dialah pemenangnya. Kenapa juga ada orang yang menciptakan jargon kepada sesama anak bangsa:”Jadilah anak pintar agar tidak ada saingan didunia kerja nantinya”, bukankah saingan itu berlaku untuk orang yang dianggap musuh? Bukankah kita semua saudara satu bangsa? Ah! Tak masuk diakal semua ini. Heran juga kenapa menjadi diri sendiri itu tidak lebih penting daripada sebuah tuntutan uang dan pengakuan berpangkat tinggi dari orang lain. Saya ingat dulu kejadian Malaysia yang mengklaim reog sebagai budayanya lalu kita marah besar dan berencana mengganyang Malaysia. Kita hanya berteriak protes dan saling menyalahkan satu sama lain setelah peristiwa itu terjadi. Lantas sebelum itu apakah kita  sudah melakukan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap budaya-budaya kita?  Menurut saya kejadian ini akibat dari kebudayaan-kebudayaan lokal bangsa ini yang mulai ditinggalkan dan tidak menjadi pelajaran wajib dibangku sekolah dasar, menengah, atas, maupun tinggi. Padahal negeri ini diberi anugerah yang sangat besar oleh tuhan dengan keberagaman budaya, suku, dan adat istiadat. Kita wajib melestarikan dan menjaga sebelum ada pengklaiman sepihak dari negara luar tehadap kekayaan budaya bangsa ini.Ayo dari sekarang kenali budaya-budaya Indonesia mulai dari tempat dimana kita berpijak!
 Bangsa ini sudah terbebas dari belenggu perang fisik. Bangsa ini sudah resmi merdeka. Rasa optimisme para pemimpin-pemimpin besar jaman dahulu wajib kita contoh, bahkan kudu diambil intisarinya untuk meng-upgrade diri kita, detik ini juga. Kita membutuhkan kritik sepedas-pedasnya untuk eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan antar sesama warga bangsa ini, asalkan bukan membunuh tetapi kritik saling membangun dan bermuara pada solusi.


“Aku tidak akan mengatakan anti polisi jika masih saja melanggar rambu lalu lintas!
Aku tidak akan mengatakan membenci politisi jika masih saja berbohong pada orangtua!
Aku tidak akan mengatakan membenci presiden jika masih saja tak menepati janji dengan kawan!
Aku tidak akan mengatakan menaruh perhatian pada persoalan banjir jika masih saja membuang sampah sembarangan!
Aku tidak akan mengatakan merdeka! jika masih saja tidak menjadi diri sendiri!
Dan aku, walaupun telah memenuhi per”jika”an ku diatas, tidak akan berburuk sangka  dan menjelek-jelekan siapapun dan dimanapun aku berpijak!”

            Kita membutuhkan perenungan dan introspeksi secara mendalam, kita sudah melakukan apa untuk bangsa ini? Semoga menginspirasi. Salam merdeka!

Jumat, 12 Agustus 2011

BUNG KARNO : PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA

             Akhirnya selesai juga membaca otobiografinya Bung Karno. Buku yang penuh motivasi dan benar-benar membuat suatu pandangan khayal yang mengerikan saat-saat masa penjajahan dulu. Tidak hanya fisik tetapi juga penuh intrik politik dan serbuan intervensi-intervensi asing dengan tujuan menguasai Indonesia. Soekarno telah memberikan kita sesuatu. Yaitu kepahlawanan dan rasa patrotisme kepada tanah airnya. Sebagai bangsa dan generasi muda yang mengenal dan takkan melupakan sejarahnya kita wajib meneruskan perjuangan, tidak hanya perjuangan Bung Karno, tetapi juga pahlawan-pahlawan Indonesia lainnya. Bagi yang belum baca, ini menjadi bacaan penting untuk menambah wawasan kita mengenai Bangsa yang besar lagi megah ini. Dan saya sarankan semua orang Indonesia wajib baca buku ini :) Untuk yang terakhir aku ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada sobat sekaligus sahabatku, Suhadi Rausyan Kareem alias Bonchu yang telah mengambil dan meminjamkan buku koleksi Bapaknya kepada saya. Nuwun.

Sampul Depan
Sampul Belakang

Foto Sampul Belakang

Salah satu pernyataan-pernyataan Soekarno di dalam buku ini:

            "Petani-petani kita mengusahakan bidang tanah yang sangat kecil sekali. Mereka adalah korban dari sistem feodal, dimana pada mulanya petani pertama diperas oleh bangsawan yang pertama dan seterusnya sampai ke anak cucunya selama berabad-abad. Rakyat yang bukan petani pun menjadi korban daripada imperialisme perdagangan Belanda, karena nenek moyangnya telah dipaksa untuk hanya bergerak di bidang usaha yang kecil sekedar memperpanjang hidupnya. Rakyat yang menjadi korban ini, yang meliputi hampir seluruh penduduk Indonesia, adalah Marhaen"

          "Saudara-saudaraku yang tercinta, laut yang menderu memukul-mukul ke pantai di cahaya senja, bagiku adalah jiwanya Indonesia yang bergerak dalam gemuruhnya gelombang samudra.Bila kudengar anak-anak ketawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah tanah-air kita bagiku"

         "Orang kiri adalah mereka yang menghendaki perubahan kekuasaan kapitalis, imperialis yang ada sekarang, Kehendak untuk menyebarkan sosial adalah kiri. Ia tidak perlu Komunis. Orang kiri bahkan dapat bercekcok dengan orang Komunis. Kiriphobi, penyakit takut akan cita-cita kiri, adalah penyakit yang kutentang habis-habisan seperti Islamophobi"

          "Dengan setiap rambut di tubuhku aku hanya memikirkan tanah-airku. Dan tidak ada gunanya bagiku melepaskan beban dari dalam hatiku kepada setiap pemuda yang datang kemari. Aku telah mengorbankan hidupku untuk tanah ini. Tidak menjadi soal bagiku, apakah orang mencapku kollaborator. Saya tidak perlu membuktikan kepadanya atau kepada dunia, apa yang telah saya kerjakan. Halaman-halaman dari revolusi Indonesia akan ditulis dengan darah Soekarno. Sejarahlah yang akan membersihkan namaku ........."

          "Apabila aku telah mencapai sesuatu selama di atas dunia, ini adalah karena rakyatku. Tanpa rakyat aku tidak berarti apa-apa. Kalau aku mati, kuburkanlah Bapakmu menurut agama Islam dan diatas batu kecil yang bisa sekali engkau tulislah kata-kata sederhana: Disini beristirahat Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia"

Minggu, 07 Agustus 2011

Jadilah Orang di Negri Ini

            Duhai para orangtua para produsen anak-anak dari manapun hingga sampai kapanpun. Jikalau kau menginginkan anak-anakmu bahagia dan tidak menderita di negri ini, jadikanlah dia “orang”:
Raihkan dia S1,S2,S3 bahkan ber-Es-Es banyaknya, kejarkanlah buat mereka. Suruh koleksi dia sertifikat-sertifikat pelatihan, seminar-seminar omongkosong, piagam-piagam penghargaan, ataupun ijazah-ijazah sekolah maupun perguruan tinggi. Berlomba-lombalah anak-anakmu untuk menggunakan banyak gelar didepan maupun dibelakang namanya. Agar nanti kelak bila ditanyakan suatu nama ia bisa menjawab dengan gagah dan lantang. Beritahu dia itulah jalan kelanggengan.

            Pondokkan dan naikkan ia haji, suruh rebut kyai haji dari Kyai Haji-Kyai Haji yang sudah uzur. Dan jangan cuma sekali tapi harus berkali-kali dihajikan supaya mabrurnya mabrur kuadrat-kuadrat. Beritahu dia itulah jalan untuk meraup keuntungan dari banyaknya produk-produk hukum halal haram.
            Daftarkan dia ke akademi-akademi pertahanan negri yang mematuhi segala protokol kaku sekaligus patuh kepada pengusaha-pengusaha kelas piranha. Wisudakanlah  ia sampai tercapai simbol-simbol kekuasaan tertinggi. Suruh duduki dan susupi gedung dewan. Dan matikan rakyat-rakyat yang menolaknya. Beritahu dia itulah jalan untuk meraup uang tanpa kena cekal apapun.

            Atau supaya perfect ketiga jabatan itu kau kenalkan semua pada anak-anakmu. Ganti dongeng Roro Jongrang dan Tangkuban Perahu pada setiap malam dengan cerita cara-cara berbohong, membuat alibi, dan bermain sulap. Ganti mainan anakmu dengan pentungan,pistol, serta batu. Ajarkan kepada mereka saling tikam menikam, bunuh membunuh bahwasanya kita di dunia saling berkompetisi dan bersaing. Dengan menguasai insting membunuh, insting raja hutan maka manusia, rakyat, yang dianggap pengganggu tidak akan ada lagi dan ia dapat serta merta dengan mudah menguasai lahan-lahan menguntungkan bagi perutnya, sandangnya, papannya bahkan birahinya.  Ajarkan kepada anak-anakmu, penerusmu, doktrinlah ia sampai mabuk kepalanya, sampai penuh isi kepalanya. 

         Jadilah orang di negri ini supaya diperjuangkan, dipertahankan, didengar aspirasimu, dan dinomorsatukan tentunya! 
             Tetapi apakah sebelum ia memasuki, mendaftar, dan mendapatkan gelar ketiga diatas belum jadi orang? Berarti sebelumnya ia jadi macan? Kumbang? Tikus? Kupu-kupu? Atau gabungan dari semua jenis binatang yang ada? Kalaupun iya, dia sejatinya merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang bersih dan cerah masa depannya. Masanya di dunia, maupun setelah tidak di dunia.

             Kalau ingin jawaban objektif, silakan masing-masing individu bercermin secara tenang dan mendalam selama kurang lebih lima menit sajalah dan pertanyai diri kita: “apakah saya ini orang?”


Sabtu, 06 Agustus 2011

Mengenang Sang Burung Merak dari Nol


Malam Minggu kali ini wakuncar aku hapus dulu dalam kamus hidupku. Waktunya bermain dengan kata-kata dan bertemu kawan-kawan baru dalam acara Malam Sastra Maloboro #8 Mengenang WS Rendra. Malam Minggu itu tepatnya di pusat kawasan kesenian Yogyakarta, Nol Kilometer, adalah sepenuhnya untuk memperingati dan menghidupkan kembali karya-karya puisi almarhum WS Rendra. Acara yang digagas oleh Paguyuban Sastrawan Mataram ini menampilkan pembaca-pembaca puisi dari berbagai macam latar belakang dari profesi mahasiswa, pelajar, guru, kepolisian, dan lain sebagainya. Tepatnya di depan Monumen Serangan Oemom 1 Maret 1949, mendadak menjadi sangat sesak dan dipenuhi oleh orang-orang pengagum Rendra. 


 Kurang lebih sekitar 15-an orang yang mengambil bagian dalam acara tribute tersebut dengan berbagai macam gaya dan kekhasan masing-masing. Hal yang paling menarik adalah ketika seorang penyair perempuan menggunakan metode teater dan bermonolog, lantas sebelum ia memulai pembacaan puisi ia bermain dan menciptakan bunyi dari tempat menyimpan puisinya, berbentuk tabung berongga. Itu membuat saya terpukau, ah! ya, bagus sekali penampilannya. Ada lagi seorang guru bahasa jawa yang unjuk kebolehan dengan menembang diakhir pembacaan puisinya. Guru itu membuat saya tersindir dan malu, kenapa? Ya karena sebagai anak muda penerus generasi emas bangsa Indonesia saya belum bisa berbuat apa-apa untuk melestarikan kebudayaan lokal, dalam hal ini adalah bahasa Jawa. Mungkin perasaan sindiran itu tak hanya dirasakan oleh saya seorang, tapi juga anak-anak muda yang datang menonton acara tersebut. Ya semoga saja demikian. Di acara itu saya diizinkan untuk mengambil bagian dan membacakan satu karya Rendra yaitu Lagu Seorang Gerilya, puisi Rendra yang khusus dibuat untuk puteranya, Isaias Sadewa, isinya sebagai berikut:

Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.

Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi  cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka  di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata 
   
Setelah membacakan puisi diatas tanpa diduga saya mendapatkan bingkisan menarik sebuah buku tapi membuat hati saya sedikit tergoncang, sebuah buku ruqyah mameeen. Langsung kontan saya tertawa sekerasnya dan dengan cepat meraih buku itu, hitung-hitung lumayanlah buat koleksi perpustakaan pribadi saya :D 


              Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam kurang lebih dan itu pertanda acara pembacaan puisi tribute WS Rendra hampir usai. Sebelum kukut, puisi terakhir yang diberi kesempatan untuk naik suara adalah Sajak Sebatang Lisong, salah satu puisi favorit saya karena semangat didalamnya menggugah orang untuk tetap semangat dan pantang menyerah. Akhirnya sajak itu selesai dibacakan dan tanda bahwa acara telah berakhir. Satu yang tak pernah berakhir adalah ruh dari puisi-puisi Rendra yang berkobar, yang memancar terus-menerus. Rendra memang sudah tiada tapi jiwanya akan tetap bersemayam di dalam puisi-puisinya, di dalam hati para pembacanya, di dalam kehidupan sosial kita selama-lamanya.
 Terimakasih Rendra!