Sabtu, 20 Desember 2014

Rekonstruksi Ingatan




--untuk Theofillus Uky Caesar Kusuma



Jalan adalah tempat berpapasan semua tipu daya

Jalan merekam hiruk pikuk: keterasingan ataupun kemegahan

Dan juga tempat tinggal sekejap langkah dan pelarian seketika

Udara-udara tercipta dari setiap gerakan tubuh, menggaruk, 
menengadahkan kepala, bersin, hingga menengok ke belakang 
memastikan orang yg kau temui itu memandangmu balik
Perjalanan ini terekam oleh zaman melalui jalan, jalanan

Kekecewaan, kegundahan, serta kebisingan melekat pada setiap sisa jejak

Kita akan selalu ingat dan menyesal 
betapa tidak bermaknanya hidup 
tanpa memaknai setiap langkah perjalanan
Jalan adalah saksi kejadian dari sebab-akibat sebelum dan sesudah hari itu, 
dan setiap tahun menggenanglah kenangan:

Kawanku telah abadi menjadi zat yang kekal di pangkuan Tuhan.

Selasa, 25 November 2014

Bulan Penghujan di Selatan

Tanah basah
Pohon munggur
Hujan lebat
Angin keras

Genangan air
Daun jatuh
Atap bocor
Sungai deras

Kopi panas
Tempe hangat
Celotehan kawan
Ejekan pemabuk

Kaca pecah
Mulut teriak
Adu tonjok
Sound pecah

Rasa suka
Rasa cinta
Rasa sayang
Rasa jatuh

Jilbab hitam
Kaca mata
Rambut panjang
Belah tengah

Kantin kampus
Kecemasan harapan
Masa lalu
Masa depan

Dua kata sebagai pemantik,
mengingat kembali,
memanggilnya kembali,
kenangan-kenangan penghangat suasana.

November 2014

Ibu Kantin

Di kampus matahari terbenam berbeda
Seorang mahasiswa menyaksikan
Peristiwa yang sungguh aneh itu
Matahari terbenam pas di lubang wc

Dia lari tak jadi kencing
Hingga lupa celananya terbuka
Bola kuning bersinar tenggelam
Terhirup air masuk ke pembuangan

Sampailah dia di tangga dekanat
Dan di depan sudah ramai
Disambutlah orang itu
Tepuk tangan cemooh bergemuruh

Kampus sinarnya hilang
Si Mahasiswa takut mencoba
Rasa ingin tahu lenyap
Peristiwa kini dihinggapi ketidakpedean

Masa depan loyo
Tiada semangat
Sia-sia 
Sia-sia

Lalu, di belakang gelas es teh yang dipegang Dekan,
Ibu Kantin menangis, melihat buku utangnya yang semakin hari
semakin menebal.

November 2014

Selasa, 28 Oktober 2014

Membutuhkanmu & Kemaluan Kemaluan Di Dalamnya




Tulisan ini kubuat ‘tuk melepas dahaga 'kelegaan seusai pentas' dan semoga juga tulisan yang tidak terlalu panjang ini sudah cukup untuk mewakili perasaan dan rasa terima kasih kepada teman-teman. Buah pikir ini tercipta setelah kami manggung dalam pembukaan pameran 3M Project #1 bertajuk Beyond Bachelor: Myths tepatnya di studio Ace House Collective, Sabtu, 18 Oktober 2014 lalu.

Bagi sebagian teman yang belum mengenal jauh tentang Membutuhkanmu, mungkin mereka akan menganggap nama ini adalah akun personal atau seorang pribadi yang sedang patah hati. Bagi sebagian teman pula, Membutuhkanmu hanyalah sebuah nama yang ikut-ikutan alay sekedar pengen eksis.

Sesungguhnya, aku kurang setuju kalau Membutuhkanmu adalah milik satu orang pribadi dan juga pengen mejeng eksis aja. Ku lebih senang menyebut Membutuhkanmu sebuah grup, sebuah ‘proyek galau bersama’ dan jika proyek ini tidak pernah terjadi maka aku akan selamanya hidup di dalam lubang kemaluan. Ketika wacana proyek ini pertama kali diajukan, ada rasa ragu dan takut. Saat itu menjelang Babad Alas ke-4, Mas Abud dan Mas Aim mengajak untuk memusikkan puisi-puisi yang kubuat. Mereka berdua bak pencabut nyawa yang tiba-tiba datang dan bertanya, “Iyakan atau kucabut nyawamu sekarang!”. Kulangsung mengiyakan tanpa berpikir panjang. Seketika ketakutan-ketakutan mulai merangkak naik dari ujung kaki ke ubun-ubun kepala. Aaah! Dipikir karo mlaku!

Salah satu ketakutan yang paling besar hinggap di kepala adalah rasa minder untuk menampakkan puisi-puisiku kepada khalayak ramai. Ah! Puisi-puisiku tidak berarti apa-apa. Tidak bermakna dan dangkal. Di titik inilah aku merasa tidak pede! Unsur ketidakpedean yang lainnya adalah pengalaman bermusikku yang nol besar. Mungkin Abud, Aim, dan Kang Deri merasa jengkel karena suaraku yang jelek ataupun ketika suaraku tidak pas masuk ke aransemen :) maafkan daku teman-teman hehehe.

Sejujurnya, Ku tak pernah mempunyai tujuan untuk menampakkan puisi-puisi ke atas panggung dan ditonton oleh muka umum. Jika ada pertanyaan ‘kenapa kamu menulis puisi dan puisi itu kamu bagi lewat blog dan medsos lainnya itu untuk apa?’ Kujawab lantang: karena itu merupakan kesukaanku, tidak ada capaian khusus terhadap aktivitas itu. Kalaupun hasil di waktu depan berbeda, aku selalu menganggap itu sebuah berkah, sebagai pintu masuk ke area-area pertemanan yang baru.

Di tulisan ini, spesial ‘kan aku haturkan pengakuan dari palung hati. Ku sangat berterima kasih sekali, beribu-ribu rasa terima kasih untuk Andri William dan Lukman Hakim Adinegara. Entah disadari atau tidak, Mereka telah memancing emosi performku keluar dan menguji sejauh mana sikap beraniku dalam menyatakan sebuah karya. Kuakui juga, mereka berhasil mengeluarkan diriku dari kemaluan dan ketakutan yang mendera. (tapi diriku masih malu untuk mengajak kenalan cewek)

Berkat mereka berdua jugalah, aku mengalami suatu pengalaman estetik yang baru. Orgasme berpuisi di atas panggung. Berlenggak-lenggok semaunya. Merokok sesuka hati, menari-narikan kepulan asap. Yah, walaupun canggung masih memayungi setiap ujung gerak, tetaplah Membutuhkanmu adalah tempat pelampiasan yang baik bagi orang sok kesepian macam diriku.

Bagiku, Membutuhkanmu adalah ruang ekspresi di atas panggung, berupa pembacaan puisi dan iringan gitar serta kajon. Jika ada seseorang yang membacanya sebagai tempat pernyataan ideologi kelompok, ya, terserah saja. Aku menyatakan, Membutuhkanmu merupakan sikap bersenang-senang untuk merayakan semua keresahan dan kekalahan cinta yang pernah dialami oleh masing-masing personil :)

Akhirnyalah, harus kusudahi tulisan ini. Jika terlalu banyak kutakut berlebihan, dan jika berlebihan nantinya dimarahi agama. Wassalam!


Pentas pertama dalam acara Babad Alas #4 (Sumber visual: akun @BEMFSMR

Pentas ke-2 dalam acara Sewon Calling #3 (Sumber visual: diambil dari instagram Putud Utama)
Pentas ke-3 dalam acara Youth of Summer  (Sumber visual: diambil dari instagram Maria Antonia)

Pentas ke-4 dalam acara 3M Project #1

Pentas ke-4. Dari kanan ke kiri: Aim, Abud, Aku, Kang Deri (Sumber visual: Esza Parapaga)



Senin, 27 Oktober 2014

KISAH TENTANG MONSTER YANG MENGANCAM



WAKTU DI KANTIN KU LIHAT MONSTER
DIA BERWUJUD KELINCI BERMATA EMPAT
KAKINYA PENDEK RIANG KEPALANYA
BULUNYA TERBANGKAN HARUM KERAGUAN
PARFUM TUBUHNYA RUMPUT PEGUNUNGAN
DAN DI MATANYA KU LIHAT PANTAI YANG RIUH KESEPIAN

DUH AKU TAKUT SEKALI
DUH DIA MENATAPKU
DUH DIA MAU MEMAKANKU?

AKU INGIN DIA PERGI JAUH-JAUH
AKU INGIN DIA HILANG JAUH-JAUH
AKU INGIN DIA LENYAP SLAMA-LAMANYA

OH TUHAN DIA TETAP DISINI
MERAYUKAN RAMBUTNYA
MENARIKAN PIPINYA
MEMEKARKAN GIGINYA

OH TUHAN AKU TAKUT
AKU TAKUT TENGGELAM DI MATANYA

Sabtu, 16 Agustus 2014

Hikmah dari Salatiga



Akhirnya, ia kembali kepada suatu malam. Bulan purnama diatasnya dan angin yang menyebar kemana-mana. Ia duduk di kursi tempat biasa ibunya menunggunya pulang dari sekolah. Terdiam. Cuma suara angin yang menyentuh bunga-bunga tapak dara. Saling bergesekan, saling menyapa. Sebuah hubungan diam-diam yang terjadi di tengah malam. Hanya bunga-bunga itu yang tahu. Percakapan diantara mereka. Yang membuat suasana semakin dalam di jurang kesunyian.
Dia masih duduk. Anteng. Tanpa suara apapun. Lebih tepatnya mendadak seperti patung hidup. Sedikit demi sedikit matanya mulai terpejam. Pelan-pelan hingga apa yang dilihatnya adalah sebuah abstrak yang tercipta setelah menutup mata. 

Warna yang dilihatnya berubah-ubah. Seperti air putih yang tercampur pelan dengan kopi dan teh, semuanya tidak jelas. Warna di dalam penglihatannya berubah-ubah seiring otot-otot mata yang digerakkan. Ia mulai mencari-cari ingatannya tentang kejadian yang dianggap sesuatu yang benar-benar mengubah hidupnya. Yaitu percakapannya dengan seorang laki-laki di pinggiran Kota Salatiga.

Sebenarnya laki-laki yang ditemuinya itu bukan orang asing di kehidupannya. Cuma, pada hari itu ia bertemu dengan laki-laki itu di dalam suasana, ruang, dan waktu yang baru. Laki-laki itu bernama Wahyudi. Wahyudi merupakan teman akrab di sekolahnya. Wahyudi dikenal oleh teman-teman satu sekolah sebagai seorang yang rajin, aktivis organisasi, dan sekaligus laki-laki yang terlihat seperti perempuan. Olah tubuh dan cara bertuturnya adalah benar bahwa ia seharusnya menjadi seorang wanita saja. 

Waktu berjalan tanpa peduli isi alam semesta yang bertindak apapun itu. Dia melamun memikirkan apa yang dilihatnya sore tadi. Tidak menyangka bahwa ada yang lebih berhak untuk menangis dan dikabulkan doanya oleh Tuhan dari pada dirinya sendiri. Bahwa dia tidak lebih hanyalah seorang yang cengeng. Bahwa dia harusnya tidak diijinkan lahir ke muka bumi. Dia menangis sejadinya!

Wahyudi. Wahyudi. Sosok yang membuat ia harus kembali bercermin berkali-kali. Sosok yang membuat ia harus menyusun kembali doa-doanya. 

Wahyudi. Wahyudi. Orang yang membuat ia untuk tidak menyia-nyiakan orang tua. Orang yang membuat ia tahu betapa perjuangan dan kerja keras itu penting demi mencapai cita-cita dan mimpi.

Dia berdiri menghadap langit. Menantang Tuhannya sendiri:
“Siapakah yang dapat menghidupkan pijar semangat dari hidupku,
Aku ataukah Kau!?”