Kamis, 28 Februari 2013

#1

Seperti air hujan yang turun tiba-tiba,
rindu membuatmu panik dan tidak tenang.

Untukmu...

Ketika kata tak terucap
Lalu diam beberapa detik atau bahkan menghabiskan menit
Bukan berarti obrolan kita selesai
Rasakan, aku minta hanya rasakan
Atmosfer sekitarmu, suara dalam dirimu, atau
coba dengarkan perasaan orang-orang sekitarmu

Kasih aksen pada meja ini
Pesanlah kopi, bakarlah kretek sampai pagi
Kecup perlahan rasakan hangat di tepian cangkirnya
Hirup kuat kretek-mu hempaskan keluar, bebas!
Lihatlah kelak-kelok asap, betapa fleksibel betapa liar lalu hilang!
Seperti juga hidup, eksis lalu tiada!

Percakapan menghidupi kita
Di dalam semesta di bawah langit berbintang
Tembok kita tembok udara
Tidak ada pagar pembuat batas
Kita saling berbalas santun,
bertukar rupa, bahkan ejek-terjelek

Ketika kata tak terucap, kau tahu...

aku hanya memikirkan bagaimana cara merindukanmu dengan baik...





Ketika Waktu Menjadi Batu

Mataku tertuju pada dinding batu...
Mendengar semua tingkah laku
Kegelisahan biarlah tak terucap,
keresahan biarlah terpendam
Menikmati kesepian mengolah rasa
Terdiam....
Memang sengaja diam
Membaca rupa membaca waktu,
wajah kita berdua
Berkerut mengernyitkan dahi,
perlahan menikmati detakan jantung,
perlahan mengatur lenguh nafas
Mencari dan mencipta ritme agar semua komponen menjadi nyata,
berirama saling paham
Mataku tertuju pada dinding batu...