Kamis, 15 September 2011

Pendakian Rudal Merapi #1


“Aku tak menghendaki rudal nuklir. Dia adalah ancaman bagi kelestarian alam dan isinya” (Monumen Perdamaian) 

 Akhirnya pada Ahad (11/11), kami, anggota-anggota MWHC, telah berhasil melakukan pendakian ke pos 2 Merapi yang sebelumnya dijadwalkan pada Sabtu (10/11), tetapi gagal akibat Mas Asih, Juru Kunci Merapi tidak mengizinkan untuk naik dan bermalam di Gunung Merapi.
 Perjalanan menuju Pos 2 Merapi dimulai pada Ahad pagi pukul 06.10 dari rumah Faizal Nur A. salah satu anggota MWHC, yang berada di daerah Gentan. Kami langsung meluncur ke arah utara melalui Jalan Kaliurang yang terbentang panjang. Setelah perjalanan selama kurang lebih 30 menit, Kami akhirnya sampai di petilasan rumah Almarhum Mbah Maridjan, yang juga merupakan titik basecamp pendakian ini. Setelah beristirahat sejenak, pukul 07.45 kami melanjutkan perjalanan untuk melakukan pendakian.

Tiba di Basecamp
Rute yang diambil masih sama seperti sebelum erupsi Merapi kemarin. Tetapi yang membedakan adalah suasana sepi dan menyeramkan di daerah awal pendakian, tepatnya di kawasan bekas rumah Mbah Maridjan sampai kurang lebih 100 meter ke atas. Rumah-rumah di kawasan ini hancur lebur tinggal puing. Lahan yang semula hijau berganti dengan lautan pasir. Dua motor dan satu mobil akibat terjangan wedhus gembel yang dipamerkan menjadi salah satu pemandangan menakutkan saat berada di kawasan ini. Juga jalanan yang dipenuhi debu membuat langkah menjadi berat dan mewajibkan setiap pendaki untuk ekstra hati-hati karena apabila salah melangkah bisa-bisa terperosok jatuh ke dalam jurang.
Jalanan yang penuh pasir
Pukul 08.10 tim pendakian berhenti di Pos Labuhan Baru, tempat ini sengaja dibangun setelah erupsi dengan tujuan mempersingkat jarak tempuh dan faktor keamanan medan yang belum sepenuhnya aman untuk melaksanakan ritual labuhan yang seharusnya dilakukan di Pos 2. Setelah mengambil gambar dan melakukan rekam jejak lewat GPS dan batas waktu 10 menit untuk istirahat sudah habis, kami melanjutkan perjalanan.

Pos Labuhan Baru
Terjal dan kering
 Rute Pos Labuhan Baru menuju ke titik pos selanjutnya bertambah berat dan berbahaya. Pijakan langkah yang menyisakan debu membuat mata perih. Jalanan yang sempit dan tingkat kedalaman jurang yang dalam memaksa anggota tim untuk satu persatu berjalan membuat formasi ular tanpa saling mendahului agar tetap berada di jalur dan selamat dari terkaman jurang. Untungnya jalur ini tidak begitu panjang dan berlanjut dengan jalur lapang dipenuhi dengan sisa-sisa kayu pohon akibat awan panas. Akhirnya dengan sedikit kelelahan dan keringat yang keluar deras, tim pendakian tiba di Pos 1 pada pukul 09.06. Di Pos 1, rumah persinggahan dan tempat menaruh sesaji juga hancur tak berbentuk. Tinggal puing-puing kayu dan material bangunan dengan tumpukan ranting-ranting pohon diatasnya.

Pos 1
Setelah 15 menit berlalu kami melanjutkan perjalanan. Kali ini jalur yang dilalui tidak seberat jalur sebelumnya. berbeda dengan jalur sebelum ini, jalur setelah Pos 1 tidak tertutup pasir dan debu hasil erupsi. Masih banyak pula dijumpai rimbunan dan kumpulan pohon-pohon yang tidak terkena awan panas. Perjalanan jadi lebih nyaman dan sedikit terhindar dari terik cahaya matahari.
Dari kejauhan terlihat titik putih dibawah bukit dan segera menambah kecepatan langkah kaki kamitidak sabar untuk segera sampai di Pos 2 atau orang biasa menyebut Pos Rudal. Jam 10.14 tepat, kami yang beranggotakan 14 orang sampai juga di Pos 2, tempat monumen perdamaian atau monumen rudal berada.

  POS 2 : S O7,55793 derajat, E 110,44547 derajat
  KEADAAN MONUMEN RUDAL 
            Keadaan monumen rudal sangat memprihatinkan. Pondasi rudal hampir semua tertutup pasir dan bahan material lainnya. Di sebelah utara, gerbang gapura bagian kiri hampir roboh mengenai kepala rudal. Kondisi fisik rudal tergerus oleh karat dan warna cat terlihat sudah lusuh alias luntur. Rantai yang mengelilingi monumen juga tergerus oleh karat dan banyak yang tidak tersambung lagi.



KEADAAN DALAM PAGAR PENDOPO (TEMPAT LABUHAN MERAPI)
 Pendopo utama rusak parah, roboh, dan bersisa puing-puing kayu dan pecahan genteng, ada juga beberapa genteng yang masih utuh. Dua anak pendopo di bagian kanan dan kiri pendopo utama juga rusak parah. Tapi yang terparah anak pendopo bagian kanan, hanya bersisa pondasi batunya saja. Gerbang utama hampir roboh dan prasasti di depan jalan masuk pendopo juga jatuh dan tertutup pasir.

Pos 2 dari arah utara
Dari arah barat
Anak pendopo sebelah timur
Anak pendopo sebelah barat
KERJA BAKTI
Kami juga sempat membersihkan dan memindahkan sisa-sisa kayu, genteng, dan seng dari bangunan pendopo yang sudah hancur. Inisiatif ini dilakukan sebagai sikap tanggung jawab kami terhadap alam dan bangunan bersejarah yang terdapat di Pos 2 Merapi tersebut, yaitu Monumen Perdamaian Rudal. Juga sebagai sikap loyalitas kami terhadap organisasi MWHC. Setelah dirasa cukup bersih dan rapi, kami menghentikan acara bersih-bersih dan melanjutkan kegiatan selanjutnya yaitu makan siang. Sambil menikmati sejuknya dan dingin kabut Merapi, kami menikmati santapan mie goreng dan segelas kopi hangat. Tanpa dirasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.15 WIB, yang berarti waktunya tim untuk bergegas turun agar tidak terlalu malam. Juga atas kesepakatan kami terhadap Mas Asih, bahwa tidak boleh terlalu lama di atas apalagi sampai menginap. Kesepakatan ini dijunjung baik-baik oleh semua anggota pendakian mengingat medan dan kondisi Merapi yang masih rawan. Setelah berjalan selama kurang lebih satu jam, kami berhasil kembali ke basecamp dengan keadaan selamat.

                                     SEBELUM


                                                     SESUDAH

RENCANA KE DEPAN
Kami yang berjumlah 14 orang ini langsung beristirahat di warung adik Mas Asih, tepat berada di bawah bekas Rumah Mbah Maridjan. Sambil melepas lelah dan meminum teh, salah satu anggota berupaya mencari Mas Asih untuk diajak mengobrol dan memaparkan rencana ke depan setelah misi pendakian ini. Tetapi orang yang dicari tak kunjung dapat dan akhirnya upaya untuk berbicara dengan beliau tertunda. Kami hanya diberikan petunjuk untuk menelopon Mas Asih menanyakan dimana ia berada saat itu. Misi pencarian berlanjut, kami langsung memencet nomor yang diberikan, lalu berderinglah telepon itu dan diberikannya sebuah alamat tempat tinggalnya. Di tengah jalan kami sedikit bingung dengan denah yang diberikan beliau lewat telepon tadi. Lalu kami berinisiatif untuk bertanya kepada orang di pinggir jalan tempat kami berhenti. Diberikannya sebuah denah tempat shelter dimana Mas Asih tinggal. Kami memutuskan untuk berbalik arah dan mencari shelter tersebut. Kami berhasil menemukan shelter dan rumah Mas Asih tetapi orang yang dicari tidak ada di rumah alias kosong. Dengan sedikit pesimis, kami akhirnya menelepon lagi Mas Asih dan diberikan lagi denah yang dimaksud. Ternyata jalan yang ditempuh untuk menemui Mas Asih yang diberikan oleh orang di pinggir jalan itu keliru.Kami berbalik arah ke arah yang pertama ditempuh tadi. Setelah dirunut secara pelan-pelan akhirnya rumah Mas Asih berhasil ditemukan.

Beristirahat di warung adiknya Mas Asih
 Mas Asih terlihat masih muda. Dengan busana yang mengakrabkan, sarung dan berbaju batik, anggota tim disambut dengan senyuman dan keramahan yang tiada terkira. Sambil membenarkan posisi kacamata, beliau menanyakan tujuan kami datang kemari. Kami memaparkan tujuan pendakian bahwa rencana ke depan kami akan berangkat lagi menuju Pos 2 Merapi dan kali ini pendakian kami untuk merenovasi monumen rudal dan membangun kembali pendopo. Mas Asih menyambut baik rencana kami tetapi beliau belum langsung memberikan tiket persetujuan atas ide tersebut. Mas Asih menimbang secara masak-masak dan akan berkoordinasi dulu dengan pemerintah setempat, BNPB, serta pengurus Taman Nasional Gunung Merapi untuk mengobrolkan rencana renovasi monumen rudal dan Pos 2 secara keseluruhan. Setelah mengobrol panjang lebar kami akhirnya pamit, yang sebelumnya menaruh harapan besar agar rencana ini dapat terrealisasi dengan sukses.
Alhamdulillah misi pendakian ini telah berhasil merekam, melihat, dan mengabarkan situasi dan kondisi monumen perdamaian terkini. Tulisan ini kami tujukan khusus kepada semua anggota MWHC dimanapun kalian berada bahwa seperti Soekarno berujar : jangan sekali-kali melupakan sejarah. Oleh karena itu, monumen perdamaian yang dulu dibangun oleh anggota-anggota MWHC ini pada tahun 1984, dalam merespon dan sikap penolakan mereka terhadap perang dingin yang saat itu sedang panas-panasnya terjadi, sebagai sikap dan seorang anggota MWHC, kita wajib dan berupaya sungguh-sungguh mensukseskan rencana renovasi monumen rudal sekaligus membangun kembali Pos 2 yang sekarang rusak parah. Juga secara umum kepada khalayak luas bahwa tujuan dan pesan dibangunnya monumen ini sangat mulia pada waktu itu dan sampai detik ini juga, menuntut kita untuk menjaga monumen ini agar senantiasa selalu berdiri sebagai penanda sekaligus penyampai pesan kepada generasi-generasi anak Indonesia yang akan datang.


ANGGOTA PENDAKIAN:

Tim 1 berangkat Sabtu (10/11) :                                                 
Septian Nur Tri Rachmadi (MWHC XXXIV)
Adam Oktaviantoro (MWHC XXXIV)
Median Surya Nugraha (MWHC XXXIV) 
Hakam Aji R. (MWHC XXXV)
Dedi Setiawan 
Syah Reza Haris
Adit Rangga Saputra
Yose Gregorius Siburian 

Tim 2 berangkat Ahad (11/11):
            Catur Kristanto (MWHC XXXI)
            Faizal Nur Achmad (MWHC XXXI)
            Atyanta Wihikan (MWHC XXXI)
            Luinambi Vesiano (MWHC XXXI)
            Mada Pudyatama (MWHC XXXIII)
            Tito Toyo (MWHC XXXIII)
            Hakam Aji R. (MWHC XXXV)
M. Erlangga Fauzan 
Imam Fata N.
Nashir Astungkara
Abdurrasyid Musmar
Aris Anindito
            Syah Reza Haris
            Riko 

Sekian dan terimakasih! 
BINA INSAN CINTA ALAM BAKTI NEGRI JIWA RAGA KAMI! MWHC!


Senin, 05 September 2011

Apa itu lagu-lagu cinta ?


 Tanpa sengaja sore tadi saya mampir ke akun jejaring sosial Twitter Efek Rumah Kaca dan membaca salah satu tulisan penggemar ERK yang isinya begini: 
 @efekrumahkaca adalah sebuah langkah nyata menuju pencerahan musik indonesia yg gelap gulita oleh lagu-lagu cinta”.  
Entah kenapa saat melihat tulisan ini, pikiran saya selalu ingin berontak dan ingin sekali rasanya bertemu dengan si penulis, sekedar berbincang, bertukar rasa, dan sedikit menekan si penulis dengan pikiran saya. Betapa tidak, tulisan ini membuatku gusar, lagu-lagu cinta apa yang dimaksudkan penulis? Bukankah semua lagu itu berisi tentang cinta ? Relevansi  seperti apa lagu-lagu cinta dengan ERK ? Kalo memang si penulis telah membuat batasan jelas ERK dengan band-band lainya atas dasar lagu-lagu cinta, berarti si penulis telah membuang jauh atau bahkan melupakan lagu Di Udara karya ERK yang notabene lagu itu adalah lagu cinta tulus ERK untuk Almarhum Munir. Atau ingatkah lagu pujian dan kasih sayang dari seorang Lilis Suryani berjudul Oentok Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno, yang didedikasikan kepada Presiden Soekarno, presiden RI pertama. Apakah dua lagu itu membuat gelap gulita bangsa kita? Dua contoh diatas merupakan lagu-lagu cinta dan menepis tudingan penulis bahwa lagu-lagu cinta membuat gelap gulita. Lagu-lagu ini tidak saja mengobati rasa kangen para pendengarnya, bahkan lebih dari itu, lagu itu memancarkan dan mengobarkan semangat yang dalam kepada para pendengar atas apa yang telah dialami oleh dua orang tokoh diatas.
Mungkin penafsiran lagu-lagu cinta yang dimaksudkan oleh penulis adalah lagu-lagu mellow bertemakan dua orang sepasang kekasih yang berpadu cinta. Kalaupun demikian, lagu-lagu bertema itu juga tidak menimbulkan kemuraman dan kehancuran. Tidak ada lagu-lagu cinta yang membuat gelap gulita. Semua lagu berakar pada cinta, kepada sahabat, pacar, orangtua, binatang, alkohol, bahkan lagu tentang sesama jenis. Itu semua adalah lagu-lagu cinta!
Agaknya penulis telah lupa bahwa lagu-lagu cinta itu masih bermakna luas. Penulis harus lebih berhati-hati lagi dalam proses pemilihan kata untuk bergumul dalam dunia wacana ini. Apabila tidak, proses penafsiran dari batin menuju ke dunia tulis menulis tidak akan sampai dengan jelas ke pembaca, bila proses pemilihan kata tidak dilakukan dengan benar.
Jadi lagu-lagu cinta yang membuat gelap gulita Indonesia seperti yang telah dituduhkan penulis diatas adalah salah kaprah dan harus diluruskan. Karena bila tidak, orang-orang yang baru belajar dalam wacana ini ataupun masyarakat awam dapat teracuni pikirannya yang dapat berakibat sempitnya pikiran orang-orang dalam berpendapat. Harusnya penulis dapat dengan jelas menuliskan seperti apa yang dimaksud dengan lagu-lagu cinta itu. Jangan malah menyempitkan makna frase yang berujung pada penafsiran bodoh dan membuahkan prasangka-prasangka buruk terhadap sesuatu. Sekian!
Maju musik Indonesia, jayalah selalu!

Kamis, 01 September 2011

Mencuri Disini : Mampus !

Tanda peringatan di kompleks Ponpes Muhammadiyah
daerah Ngingas, Barenglor, Klaten, Jateng














                 Tanda peringatan ini walaupun saling berseberangan dengan hukum negara kita, tapi dapat membuat orang yang mencuri di tempat ini hilang nyali atau bahkan ketakutan dulu sebelum melancarkan aksinya. Saat melihat ini, saya pun merinding dan sedikit ketakutan (bukan berarti saya maling lho haha). Tanda ini cukup berhasil untuk upaya preventif dari tindakan-tindakan para pelaku kejahatan dan bahkan dapat memaksa mereka untuk merenungkan kembali niatnya. Semoga!