Minggu, 18 November 2012

Jogjakarta Pantomim Festival : Sebuah Pergerakan Baru Pantomim Jogjakarta



Jogjakarta Pantomim Festival (JPF) telah selesai dilaksanakan. Acara yang diselenggarakan pada Minggu, 4 November 2012 tepat pukul 10.00 WIB ini merupakan debut pertama kali Teater Shima dalam mengapresiasi kesenian pantomim di Jogjakarta. Bukan tanpa sebab kenapa kami melakukan pekerjaan sosial ini. JPF Berangkat dari rasa keprihatinan terhadap kesenian pantomim di Jogjakarta yang menurut pengamatan dan pencermatan bahwa bentuk kesenian ini, seiring berjalannya zaman semakin sedikit seniman maupun  masyarakat yang aktif menghidupi. Dengan adanya JPF, kami dapat mengukur tingkat partisipasi dan apresiasi seniman maupun masyarakat terhadap kesenian pantomim. Juga mengukur sampai sejauh mana peran seniman (khususnya pantomim) dalam menyebarkan dan memasyarakatkan pantomim.
Konsep awal yang sedianya menyasar kepada anak-anak tingkat menengah atas ternyata batal. Kenapa kami batalkan? Banyak alasan-alasan yang menghambat proses ini. Baik dari dalam maupun luar kepanitian. Kami tidak mengelak bahwa salah satu alasan pembatalan konsep pertama ini adalah kurang solidnya kepanitian kami. Masih banyak kekurangan disana-sini. Terlebih masalah komunikasi dan keluangan waktu. Dua segi ini yang mendapatkan perhatian besar saat evaluasi. Tetapi usaha dan perhatian rekan-rekan panitia terhadap kesenian pantomim ini patut diacungi jempol, bahkan perlu diberi penghargaan. Ini penting, kenapa? Karena sudah sangat jarang anak-anak muda yang aktif dan masuk berkecimpung mengurusi hal-hal yang berbau kesenian, khususnya yang bersifat sosial, dan juga tentunya yang mau bersusah payah membangun kembali kejayaan dunia pantomim Jogjakarta yang kini mulai melemah bahkan hampir mati. Sekali lagi, saya mengucapkan berjuta-juta terimakasih kepada semua rekan-rekan panitia JPF dengan segala keluangan waktu dan mengorbankan segala tetes keringat kerja keras dalam acara ini! Terimakasih!
Ada beberapa catatan yang berhasil dihimpun oleh tim kami sebelum menyusun kembali JPF konsep kedua. Ternyata di lapangan –dalam hal ini SMA-SMA yang tersebar di wilayah Kota Jogjakarta dan sekitarnya bahwa pantomim belum mempunyai kedudukan yang ajeg. Walaupun di seluruh SMA-SMA yang kami sasar sudah memiliki kelompok-kelompok teater. Tetapi hampir sama sekali kesenian pantomim tidak mendapatkan perhatian. Pantomim dianggap seni pertunjukan yang tidak populer. Tidak sedikit pula yang menganggap pantomim adalah kesenian yang tidak profit. Konsentrasi kelompok-kelompok teater berkutat hanya pada pertunjukan bersuara/berdialog. Dengan kenyataan seperti ini wajar apabila JPF konsep pertama kurang mendapat perhatian bahkan minim peminat. Lantas bagaimana peran pegiat pantomim Jogjakarta selama ini? Hal ini merupakan perenungan kita bersama. Setelah pembatalan konsep pertama, kami berdiskusi lebih lanjut. Mencari cara ideal membenahi acara ini. Banyak gagasan-gagasan terucap dan terlontar. Tetapi hanya strategi membuat “Pengenalan dan Pelatihan Pantomim” disusul acara “Jogjakarta Pantomim Festival” adalah yang paling ideal. Dua acara tersebut merupakan satu rangkaian pesta pantomim Jogjakarta. Jadi sebelum Jogjakarta Pantomim Festival diadakan dulu pengenalan dan pelatihan pantomim oleh seniman ataupun orang ahli bidang kesenian ini. Sasarannya adalah generasi-generasi muda baik tingkat SMP, SMA, maupun Umum. Walau wacana ini tidak dapat terealisasikan, kami berharap rancangan kegiatan pantomim diatas dapat terwujud tahun depan.
Faktor  waktu dan anggaran memutuskan kami harus bergerak lebih cepat. Akhirnya konsep kedua lahir. JPF konsep kedua menargetkan peserta kalangan umum dan hadiah yang kami tawarkan sedikit berbeda dengan konsep pertama. Juara pertama berupa trophi Sri Sultan Hamengkubuwono X dan uang tunai sebesar satu juta rupiah, juara kedua uang tunai tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, dan juara ketiga sebesar lima ratus ribu rupiah. Hadiah tersebut terbilang cukup besar dalam penyelenggaraan lomba setingkat ini. Konsep kedua ini cenderung lebih bebas. Semua kalangan tak terbatas umur boleh mendaftarkan diri. Dengan konsep kedua terjaringlah peserta lintas generasi. Dari yang muda hingga tua. Dari yang awam juga ahli. Respon masyarakat Jogjakarta pun cukup baik dibanding konsep awal. Tercatat 15 peserta baik yang tampil sendiri maupun berkelompok berpantomim di pagi itu.
Akhirnya sampai juga di paragraf terakhir. Saya selaku ketua panitia Jogjakarta Pantomim Festival 2012 berharap kepada seluruh masyarakat Jogjakarta yang mengikuti proses JPF maupun yang melihat langsung pelaksanaan acara untuk memberikan kritikan tajam nan bersolusi untuk ikut bersama-sama menumbuhkembangkan dan melahirkan bibit-bibit baru seniman pantomim di Jogjakarta. Kedepan saya sangat bersemangat sekali jika seseorang-seseorang pembaca diluar sana memberikan keluangan waktunya dan ikut bersama-bersama bekerja sama secara sosial merealisasikan wacana ideal yang telah saya paparkan diatas menjadi sebuah kenyataan. Dengan terlaksanannya JPF ini saya pribadi menginginkan kegiatan ini dapat berlangsung terus-menerus secara berkala (satu/dua tahun sekali) dalam naungan Teater Shima. Di tahun-tahun yang akan datang semoga JPF juga berkembang menjadi sebuah tempat bernaung baru dan wadah unjuk gigi orang-orang berpantomim juga sebagai media apresiasi kesenian pantomim Jogjakarta dan Indonesia yang saling hidup-menghidupi. Selesai juga saya (selaku ketua) mendeskripsikan sebuah proses berkesenian, tentunya di dalamnya terdapat keluh-kesah, suka-duka, salah-menyalahkan, dan tidak luput dari rasa dendam yang sulit untuk dihentikan, yang tidak saya tulis secara detail disini. Tetapi semua diatas adalah wajar, proses berkesenian identik pula dengan proses pencarian jati diri dan menemukan kehidupan bijak dan madani. Akhir kalimat, saya mengucapkan terima kasih kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X; tim penjurian yang terdiri Jemek Supardi, Untung Basuki, dan Sekar Rini; rekan panitia JPF yang sangat saya kagumi; para anggota Teater Shima dan Teater eMWe yang telah memberikan sumbangsih gagasan dan semangat; Keluarga besar SMAN 6 Yogyakarta diseluruh nusantara dan dunia yang telah memberikan power imajiner yang luar biasa besarnya; Kepada peserta JPF (maaf jika kami banyak kekurangan); kepada masyarakat Jogjakarta atas responnya; dan kepada perseorangan-perseorangan yang tidak kami sebutkan satu persatu yang turut memeriahkan, meramaikan, dan mendoakan acara ini sehingga lancar. Terimakasih banyak dan sampai jumpa di Jogjakarta Pantomim Festival yang akan datang! Salam Budaya!