Selasa, 16 Agustus 2011

Introspeksi 66

Agaknya orang Indonesia tidak menyadari apa yang mereka katakan dan diperbuat sekarang ini. Kerapkali saya menjumpai rasa-rasa pesimis tentang keadaan Indonesia. Ada yang tidak senang terhadap presiden. Mencaci maki polisi. Menuduh politisi-politisi berbuat korupsi. Saling ejek terhadap ras budaya sesama anak negeri dan acapkali diakhiri tawuran. Ada juga yang saling menyalahkan zaman. Zaman orde lama dituduh biang keladi. Zaman orde baru dijadikan kambing hitam. Memangnya kalian udah lahir jaman segitu, kok bisa seenaknya bicara seperti itu. Membanding-bandingkan zaman tapi belum tentu bisa mengenal lebih dalam didalam zaman reformasi ini. Terus terang saya tidak pernah merasakan orde lama. Orde baru pun saya masih duduk dibangku SD waktu itu, jadi tidak tahu benar keadaan di jaman itu. Maka dari itu saya lebih tertarik untuk mendengarkan pengalaman-pengalaman seru dari seorang pelaku sejarah di zaman itu untuk diambil hikmahnya, ketimbang harus dipaksakan untuk ikut masuk ke dalam lingkungan “intelektual” beradu tinggi. Saya besar di era reformasi, era digital dan semua harus didasarkan pada kebenaran kelompok dan kekuasaan tertinggi. Era dimana rasa sayang dapat diungkapkan dengan bahasa tulis. Dan era pendidikan yang serba verbalistis, yang paling banyak menghafal dialah pemenangnya. Kenapa juga ada orang yang menciptakan jargon kepada sesama anak bangsa:”Jadilah anak pintar agar tidak ada saingan didunia kerja nantinya”, bukankah saingan itu berlaku untuk orang yang dianggap musuh? Bukankah kita semua saudara satu bangsa? Ah! Tak masuk diakal semua ini. Heran juga kenapa menjadi diri sendiri itu tidak lebih penting daripada sebuah tuntutan uang dan pengakuan berpangkat tinggi dari orang lain. Saya ingat dulu kejadian Malaysia yang mengklaim reog sebagai budayanya lalu kita marah besar dan berencana mengganyang Malaysia. Kita hanya berteriak protes dan saling menyalahkan satu sama lain setelah peristiwa itu terjadi. Lantas sebelum itu apakah kita  sudah melakukan apa yang sebaiknya dilakukan terhadap budaya-budaya kita?  Menurut saya kejadian ini akibat dari kebudayaan-kebudayaan lokal bangsa ini yang mulai ditinggalkan dan tidak menjadi pelajaran wajib dibangku sekolah dasar, menengah, atas, maupun tinggi. Padahal negeri ini diberi anugerah yang sangat besar oleh tuhan dengan keberagaman budaya, suku, dan adat istiadat. Kita wajib melestarikan dan menjaga sebelum ada pengklaiman sepihak dari negara luar tehadap kekayaan budaya bangsa ini.Ayo dari sekarang kenali budaya-budaya Indonesia mulai dari tempat dimana kita berpijak!
 Bangsa ini sudah terbebas dari belenggu perang fisik. Bangsa ini sudah resmi merdeka. Rasa optimisme para pemimpin-pemimpin besar jaman dahulu wajib kita contoh, bahkan kudu diambil intisarinya untuk meng-upgrade diri kita, detik ini juga. Kita membutuhkan kritik sepedas-pedasnya untuk eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan antar sesama warga bangsa ini, asalkan bukan membunuh tetapi kritik saling membangun dan bermuara pada solusi.


“Aku tidak akan mengatakan anti polisi jika masih saja melanggar rambu lalu lintas!
Aku tidak akan mengatakan membenci politisi jika masih saja berbohong pada orangtua!
Aku tidak akan mengatakan membenci presiden jika masih saja tak menepati janji dengan kawan!
Aku tidak akan mengatakan menaruh perhatian pada persoalan banjir jika masih saja membuang sampah sembarangan!
Aku tidak akan mengatakan merdeka! jika masih saja tidak menjadi diri sendiri!
Dan aku, walaupun telah memenuhi per”jika”an ku diatas, tidak akan berburuk sangka  dan menjelek-jelekan siapapun dan dimanapun aku berpijak!”

            Kita membutuhkan perenungan dan introspeksi secara mendalam, kita sudah melakukan apa untuk bangsa ini? Semoga menginspirasi. Salam merdeka!

2 komentar:

  1. Setuju.. tapi kadang tanpa disadari memang manusia seperti itu,termasuk aku..hehehehe..

    BalasHapus
  2. iya ma, tanpa disadari memang kita kalo ngomong tuh suka ngasal ... padahal omongan itu brrti bgt lho alias pengaruh bagi siapa aja, termasuk kita. hehe

    BalasHapus