Minggu, 13 Januari 2013

Hujan

Hujan masih lebat di luar sana
Suara gemuruh petir saling sahut diatas langit
Para dedaunan seirama berlenggak-lenggok mengikuti angin
Rintik bercumbu dengan tanah, mesra
Air menggenang dan gelombang kecil tercipta

“Pak, hujan kapan reda?”

Dia menatap mata bapaknya. Bapaknya tetap acuh. Tak dihiraukan suara anaknya itu.

Sang bapak masih terlihat khidmat dengan pandangannya. Melihat dengan seksama keadaan diluar rumah. Hujan bertambah deras.

Angin bertambah kencang. Suara air bertambah keras. Kodok-kodok menciptakan bebunyian ritmis dan harmonis.

Teh panas. Kebulnya tipis keluar dari gelas. Warnanya yang coklat bata mengingatkan akan kematian, warna tanah. Wanginya harum dan pekat membuat kenangan-kenangan tak sengaja tercium kembali. Memori masalalu datang bersama hujan dan ruang keluarga.

“Pak?”
“Ya?”
“Kenapa tidak juga berhenti?”

Bapak menoleh pelan kepada si buah hati. Dia hanya bisa tersenyum. Dielusnya rambut si anak beberapa kali. Mereka saling bertatapan.

“Habiskan susumu”
“Biarkan hujan berhenti dengan sendirinya, Nak. Duduklah tenang dan nikmati saja”

Bau tanah menyebar ke penjuru ruangan. Sang anak menempelkan kepala ke dada bapaknya. Tersenyum lalu tertidur pelan. Hujan masih tetap sama. Si bapak memeluk erat badan anaknya. Dipandangnya buih air pada kaca jendela. Kenangan, pikirnya. Bau tanah menyebar ke penjuru ruangan. Dingin mulai menusuk. Irama air bersahut-menyahut mensyahdukan ruangan keluarga. Hujan masih tetap sama. Bapak menghirup nafas dalam. Ditahannya beberapa saat. Lalu perlahan dikeluarkannya suara pelan.

“Hujan malam ini sangat indah, Dik”

Bau tanah menyebar ke penjuru ruangan. Hujan masih tetap sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar